Idul Fithri adalah hari paling berbahagia bagi setiap muslim.
Begitulah hari raya. Namun di akhir Ramadhan atau hari Idul Fithri ada
dua kewajiban yang mesti diingat, yaitu zakat fithri dan berkenaan
dengan shalat 'ied. Itulah yang akan dibahas singkat pada tulisan
sederhana ini.
Kewajiban Zakat Fithri
Zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan karena berkaitan dengan
waktu ifthor (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Zakat ini
disandarkan pada kata fithri karena fithri (tidak berpuasa lagi) adalah
sebab dikeluarkannya zakat tersebut (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23/335).
Kadang disebut pula dengan fitroh yaitu dimaksudkan untuk harta yang
dikeluarkan sebagai zakat fithri (Al Majmu’, 6/103).
Zakat Fithri adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan
oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan
Ramadhan. Bahkan Ishaq bin Rohuyah menyatakan bahwa wajibnya zakat
fithri seperti ada ijma’ (kesepakatan ulama) di dalamnya (Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 7/58). Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia
berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim
yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun
dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum
orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Zakat fithri ini wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim, (2) yang
mampu mengeluarkan zakat fithri. Menurut mayoritas ulama, batasan mampu
di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi
nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang
seperti ini berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat
fithri. Orang seperti ini yang disebut ghoni (berkecukupan). (Lihat
Shahih Fiqh Sunnah, 2/80-81)
Dari syarat di atas menunjukkan bahwa kepala keluarga wajib membayar
zakat fithri orang yang ia tanggung nafkahnya (Mughnil Muhtaj, 1/595).
Menurut Imam Malik, ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, suami
bertanggung jawab terhadap zakat fithri si istri karena istri menjadi
tanggungan nafkah suami (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/59).
Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/58). Alasannya karena zakat fithri berkaitan dengan hari fithri, hari tidak lagi berpuasa.
Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/58). Alasannya karena zakat fithri berkaitan dengan hari fithri, hari tidak lagi berpuasa.
Bentuk Zakat Fithri
Bentuk zakat fithri adalah berupa makanan pokok seperti kurma,
gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa
kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fithri
kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama
membolehkan dengan setengah sho’. Satu sho’ adalah ukuran takaran yang
ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ulama berselisih pendapat bagaimanakah ukuran takaran ini. Lalu
mereka berselisih pendapat lagi bagaimanakah ukuran timbangannya. Satu
sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh telapak
tangan yang sedang. Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran
timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’
kira-kira 2,157 kg. Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg seperti
kebiasan di negeri kita, sudah dianggap sah. Wallahu a’lam.
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak
boleh menyalurkan zakat fithri dengan uang yang senilai dengan zakat.
Karena tidak ada satu pun dalil yang menyatakan dibolehkannya hal ini.
Imam Ahmad ditanya oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa
uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir
seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti
menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Al
Mughni, 4/295)
Menyalurkan Zakat Fithri
Penerima zakat fithri hanyalah khusus untuk fakir miskin saja, bukan
untuk 8 golongan sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60.
Jadi penerima zakat fithri berbeda dengan zakat maal. Karena dalam
hadits sendiri disebutkan, “Zakat fithri sebagai makanan untuk orang
miskin.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, hasan)
Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat fithri ada dua macam:
(1) waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri
hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan
yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan
oleh sahabat Ibnu ‘Umar. Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah
mengatakan, “Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri
telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud
disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin
di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah
hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut
zakat fithri. ... Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si
miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh
didahulukan jauh hari sebelum waktunya.” (Al Mughni, 4/301)
Zakat fithri disalurkan di negeri tempat seseorang mendapatkan
kewajiban zakat fithri yaitu di saat ia mendapati waktu fithri (tidak
berpuasa lagi). Karena wajibnya zakat fithri ini berkaitan dengan sebab
wajibnya yaitu bertemu dengan waktu fithri. (Lihat Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah, 23/345)
Di Hari Idul Fithri
Setelah mengetahui kewajiban zakat fithri, satu perintah lagi di hari
Idul Fithri yang perlu kita pahami, yaitu shalat 'ied. Hukum shalat
'ied sendiri adalah wajib menurut pendapat yang lebih kuat. Alasannya
disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al Fatawa, "Karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk melakukan
shalat ‘ied. Lalu beliau sendiri dan para khulafaur rosyidin (Abu Bakr,
‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali), begitu pula kaum muslimin setelah mereka
terus menerus melakukan shalat ‘ied. Dan tidak dikenal sama sekali kalau
di satu negeri Islam ada yang meninggalkan shalat ‘ied. Shalat ‘ied
adalah salah satu syi’ar Islam yang tersohor. ... Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak memberi keringanan bagi wanita untuk
meninggalkan shalat ‘ied, lantas bagaimana lagi dengan kaum pria?"
Tuntunan Sebelum Shalat 'Ied
1. Waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak sampai
waktu zawal (matahari bergeser ke barat. Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'ad
mengatakan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mengakhirkan
shalat 'Idul Fithri dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha. Ibnu
‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari
meninggi.”
2. Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (lebih afdhol)
dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. (HR.
Bukhari dan Muslim)
3. Disunnahkan untuk mandi sebelum berangkat shalat seperti praktek
Ibnu 'Umar. Lalu berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik
sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (Lihat
Zaadul Ma'ad, 1/425)
4. Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fithri (HR. Ahmad, hasan).
5. Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied (As Silsilah Ash Shahihah no. 171).
6. Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda (HR. Bukhari).
7. Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat (HR. Ibnu Majah, hasan).
8. Tidak ada shalat sunnah qobliyah dan ba'diyah 'ied (HR. Bukhari dan Muslim).
9. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat,
beliau pun mengerjakan shalat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga
ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul
Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi. (Zaadul Ma'ad)
Tata Cara Shalat 'Ied
Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.
1. Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
2. Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/ tambahan) sebanyak tujuh kali
takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang
dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar.
3. Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada
bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia
mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji
Allah.”
4. Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat
lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at
kedua. Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat
Al Ghosiyah pada raka’at kedua.
5. Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dan seterusnya).
6. Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua. Kemudian
bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain
takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
7. Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana
yang telah disebutkan di atas. Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.
8. Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan
khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah
Jum’at). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas
tanah dan tanpa memakai mimbar. Beliau pun memulai khutbah dengan
“hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau
yang lainnya (Lihat Zaadul Ma'ad dan Shahih Fiqh Sunnah). Jama’ah boleh
memilih mengikuti khutbah ‘ied atau tidak (HR. Abu Daud, Ibnu Majah,
shahih).
Taqobalallahu minna wa minkum
(Semoga Allah menerima amalan kami
dan amalan kalian). Semoga Allah menjadi kita insan yang istiqomah dalam
menjalankan ibadah selepas bulan Ramadhan. (*)
0 komentar:
Posting Komentar