April 17, 2011

Kisah Masjidil Haram I (oleh : Taufik Ikram Jamil)


Masjidil haram yang luas
di manakah tempatnya
di hatiku sempit
sementara di pelataranmu melepak
aku mabuk dalam kasih berka’bah

maka aku sembunyikan harapanku
pada lawang hajarul aswad
tapi menaramu yang jangkung
menghempaskan semua pintaku
terinjak oleh kaki-kaki penziarah
sebelum tersangkut di multazam
dengan mulut hitam terkunci
di balik kiswah

aku mundur bagai abrahah
tapi seratus pintumu terkunci
babussalam merapatkan tangannya
di tangga ma’la
izrail menghentakkan tongkat
sia-sia kugapai zamzam
karena sumur purba itu
lebih dulu tenggelamkan hasratku
ke dasarnya yang dalam
tak dengkat

aku pun tersedot lewat kran
masuk kerongkongan orang miskin
yang memuntahkannya sebagai dahak
tapi matahari mengangkatku
ke tapak ibrahim
cuma tak kulihat jejaknya
yang hilang bersama thawaf
bahkan di hijir ismail
aku dilapah kain lap askar
yang membuangnya
ke tong-tong sampah

muhammad muhammad ke mana engkau
tetapi hajar menghampiriku
dan menyuapi doa-doa ke mulutku
yang dikikisnya
dari kaki-kaki keledai berkurap
”kau bukan siapa-siapa
enyahlah!” kata pasir



Kisah Masjidil Haram II
oleh : Taufik Ikram Jamil

Aku tak pernah datang padamu
juga dalam saat semacam ini
karena kau telah lebih dulu datang
jauh sebelum kutarik nafas pertamaku

”masuklah ke rumahmu sendiri,”
ka’bah memelukku
multazam tersenyum menggoda
sementara kiswah menghamparkan tikar
di bawah cahaya hajarul aswad
yang legam

maka dengan kebebasan tanpa batas
kuserahkan ketiadaanku
milikku hanyalah kesalahan
hanya kesalahan



Thawaf Persiapan
oleh : Taufik Ikram Jamil

Tak akan aku ucapkan
selamat tinggal kepadamu
karena aku tak akan pergi
walau setapak dari janji

kita akan saling merindu
karena air mataku
akan mencuci dukamu
di sudut-sudut tubuhmu
kutempelkan riuh riaku
yang lebih besar
dari masjidil haram

kita akan saling merindu
karena tafakurmu
menjadi sitawar sidingin
pada hari-hariku yang pendek
ketegaranmu dari hujan dan panas
menjadi kitab harianku
yang lebih lengkap
dari ensiklopedi kehidupan

maka benamkanlah aku ke dadamu
sambil terus kau ucapkan:
selamat datang
hingga aku menjadi datang
dan setiap melangkah
aku hanya menujumu


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites