“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)
Makna al afwu (dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang
telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab
sebagai ukuran kekayaan seseorang.
Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:
- Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.
- Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al AlBani)
Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan.
Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian
juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.
Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak
diwajibkan zakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika
kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka
kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.
Nishab binatang ternak
Syarat wajib zakat binatang ternak sama dengan di atas, ditambah satu
syarat lagi, yaitu binatanngya lebih sering digembalakan di padang
rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.
“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan di luar, kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)
Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:
a. Onta
Nishab onta adalah 5 ekor.
Dengan pertimbangan di negara kita tidak ada yang memiliki ternak onta, maka nishab onta tidak kami jabarkan secara rinci -red.
Nishab onta adalah 5 ekor.
Dengan pertimbangan di negara kita tidak ada yang memiliki ternak onta, maka nishab onta tidak kami jabarkan secara rinci -red.
b. Sapi
Nishab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya.
Nishab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya.
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jumlah Sapi
|
Jumlah yang dikeluarkan
|
30-39 ekor
|
1 ekor tabi’ atau tabi’ah
|
40-59 ekor
|
1 ekor musinah
|
60 ekor
|
2 ekor tabi’ atau 2 ekor tabi’ah
|
70 ekor
|
1 ekor tabi dan 1 ekor musinnah
|
80 ekor
|
2 ekor musinnah
|
90 ekor
|
3 ekor tabi’
|
100 ekor
|
2 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah
|
Keterangan:
- Tabi’ dan tabi’ah adalah sapi jantan dan betina yang berusia setahun.
- Musinnah adalah sapi betina yang berusia 2 tahun.
- Setiap 30 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor musinnah.
c. Kambing
Nishab kambing adalah 40 ekor. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jumlah Kambing
|
Jumlah yang dikeluarkan
|
40 ekor
|
1 ekor kambing
|
120 ekor
|
2 ekor kambing
|
201 – 300 ekor
|
3 ekor kambing
|
> 300 ekor
|
setiap 100, 1 ekor kambing
|
Nishab hasil pertanian
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan
Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama
(rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)
Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Satu wasaq setara dengan 60 sha’ (menurut kesepakatan ulama, silakan lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
3/364). Sedangkan 1 sha’ setara dengan 2,175 kg atau 3 kg. Demikian
menurut takaaran Lajnah Daimah li Al Fatwa wa Al Buhuts Al Islamiyah
(Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan
fatwa dan ketentuan resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab
zakat hasil pertanian adalah 300 sha’ x 3 kg = 900 kg. Adapun ukuran
yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan
(atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20
(5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka
zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh
(1/10); dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh
(1/20).” (HR. Muslim 2/673)
Misalnya: Seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000
kg. Maka ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat
siram tanaman) adalah 1000 x 1/20 = 50 kg. Bila tadah hujan, sebanyak
1000 x 1/10 = 100 kg
Nishab barang dagangan
Pensyariatan zakat barang dagangan masih diperselisihkan para ulama.
Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran
zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.
Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan sama dengan
syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan 3
syarat lainnya:
1) Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah, dan yang sejenisnya.
2) Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
3) Nilainya telah sampai nishab.
2) Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
3) Nilainya telah sampai nishab.
Seorang pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan
harga asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah
dipotong hutang.
Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir
tahun dengan jumlah total sebesar Rp. 200.000.000 dan laba bersih
sebesar Rp. 50.000.000. Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp.
100.000.000. Maka perhitungannya sebagai berikut:
Modal – Hutang:
Rp. 200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 100.000.000
Jadi jumlah harta zakat adalah:
Rp. 100.000.000 + Rp. 50.000.000 = Rp. 150.000.000
Zakat yang harus dibayarkan:
Rp. 150.000.000 x 2,5 % = Rp. 3.750.000
Nishab harta karun
Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa
mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dalam harta temuan terdapat seperlima (1/5) zakatnya.” (HR. Muttafaqun alaihi)
Cara Menghitung Nishab
Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu pada
masalah, apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat
pada awal dan akhir tahun saja?
Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Syafi’i), mazhab Malik,
Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan
haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada
semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang
pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau
sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika
sempurna nishab tersebut.” (Dinukil dari Sayyid Sabiq dari ucapannya
dalam Fiqh as-Sunnah 1/468). Inilah pendapat yang rajih (paling
kuat -ed) insya Allah. Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram
1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari
nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan
Ramadhan (pada tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai
nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan
tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu
dikeluarkannya zakatnya.
Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan
bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar