September 23, 2010

Sirah para Khalifah Sepeninggal Nabi Muhammad SAW

1.  Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra
Khalifah Pertama, Teman Setia Yang Banyak Berkorban

Muhammad SAW wafat tanpa meninggalkan pesan siapa yang harus menggantikannya sebagai pemimpin umat.. Beberapa kerabat Rasul berpendapat bahwa Ali bin Abu Thalib - misan dan menantu yang dipelihara Muhammad SAW sejak kecil - yang paling berhak. Namun sebagian kaum Anshar, warga asli Madinah, berkumpul di Balai Pertemuan (Saqifa) Bani Saudah. Mereka hendak mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pemimpin umat.

Ketegangan terjadi, Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah datang untuk mengingatkan mereka. Perdebatan terjadi, sampai dua tokoh Muhajirin dan Anshar - Abu Ubaidah dan Basyir anak Saad - membaiat Abu Bakar. Umar menyusul membaiat. Demikian pula yang lainnya. Pertikaian selesai. Selasa malam menjelang salat Isya - setelah Muhammmad SAW dimakamkan - Abu Bakar naik ke mimbar di masjid Nabawi. Ia mengucapkan pidato pertamanya sebagai khalifah. Pidato yang ringkas dan dan berkesan di kalangan umat. Itu terjadi pada Juni 632, atau 11 Hijriah.



Abu Bakar adalah orang pertama di luar kerabat Rasul yang memeluk Islam. Ia dikenal sebagai orang yang selalu membenarkan ucapan Muhammad SAW. Ketika orang-orang menghujat Muhammad SAW karena mengatakan baru mengalami Isra' Mi'raj, Abu Bakar menyatakan keyakinannya terhadap peristiwa itu. Ia menyiapkan perjalanan serta menemani Muhammad Saw saat hijrah ke Madinah. Ia juga menikahkan putrinya, Aisyah, dengan Rasul.

Namun tak bererti kepemimpinan Abu Bakar mulus. Wafatnya Muhammad SAW menimbulkan pembelotan besar-besaran dari berbagai kabilah yang baru masuk Islam. Mereka tidak lagi patuh pada pemerintahan di Madinah. Beberapa orang malah menyatakan diri sebagai Nabi. Aswad Al-Insa di Yaman yang menyatakan diri sebagai Nabi dan membolehkan orang tidak sholat dan berzina, telah dibunuh oleh orang dekatnya saat Rasulullah sakit. Sekarang ada Tulaihah dan Musailamah yang berbuat serupa.

Di Madinah pun, Abu Bakar berselisih pendapat dengan Fatimah, putri Muhammad SAW, mengenai cara pengelolaan wang negara. Keluarga Rasul - termasuk Ali bin Abu Thalib - baru mengakui kepemimpinan Abu Bakar enam bulan kemudian, setelah Fatimah wafat.
Tugas pertama yang dilakukan Abu Bakar adalah melaksanakan amanat Rasul: memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid ke arah Palestina dan Syam. Ia sendiri - dalam usia 61 tahun - kemudian memimpin tentara menggempur Tulaiha. Operasi militernya sukses. Setelah itu, Abu Bakar membentuk 11 regu untuk menaklukkan kabilah-kabilah yang menolak membayar zakat. Yakni dari Tihama di Laut Merah, Hadramaut di ujung Lautan Hindia, sampai ke Oman, Bahrain, Yamama hingga Kuwait di Teluk Persia.

Pertempuran paling sengit terjadi melawan pasukan Musailamah yang memiliki 40 ribu pasukan. Tentara dari Madinah sempat hancur. Berkat kecerdikan panglima Khalid bin Walid, mereka memukul balik lawan. Seorang tentara Khalid, Al-Barra, berhasil melompati benteng Al-Hadikat dan membuka pintu dari dari dalam. Musailamah tewas.

Pasukan Khalid kemudian bergerak ke Utara, menuju lembah Iraq yang saat itu dikuasai kerajaan besar Persia. Pada 8 Hijriah, Raja Persia Kisra merobek-robek surat yang dikirimkan Muhammad SAW. Rasul lalu menyebut Allah akan merobek-robek kerajaan Persia pula. Saat itu tiba melalui tangan Khalid bin Walid yang hanya membawa sedikit pasukan. Dalam perang di Allais tercatat 70 ribu orang tewas. Setelah itu Kerajaan Hira pun ditaklukkan. Jadilah seluruh wilayah Iraq sekarang masuk dalam wilayah kekhalifahan Abu Bakar.

Setelah itu, Khalifah Abu Bakar mengirim 24.000 pasukan ke arah Syria, di bawah komando empat panglima perang. Mereka bersiap menghadapi 240.000 pasukan Romawi - kekuatan terbesar di dunia pada masa itu - yang diperintah Heraklius. Abu Bakar menetapkan Yarmuk sebagai pangkalan mereka. Ia juga memerintahkan Khalid bin Walid - yang berada di wilayah Iraq - untuk pergi ke Yarmuk dan menjadi Panglima Besar di situ. Sebanyak 9000 pasukan dibawanya.

Abu Bakar mencatat banyak keberhasilan. Di jazirah Arab, ia telah berhasil menyatukan kembali umat Islam yang pecah setelah Rasul wafat. Di masanya pula, Islam mulai menyebar ke luar jazirah Arab. Meskipun demikian, ia tetap dikenal sebagai seorang yang sederhana. Ia hidup sebagaimana rakyat. Tetap pergi sendiri ke pasar untuk berbelanja, serta tetap menjadi imam solat di masjid Nabawi.

Selama dua tahun tiga bulan memimpin umat, ia hanya mengeluarkan 8.000 dirham uang negara untuk kepentingan keluarganya. Jumlah yang sangat sedikit untuk ukuran waktu itu sekalipun. Ia juga memerintahkan pengumpulan catatan ayat-ayat Quran dari para sekretaris Rasul. Catatan-catatan itu dikumpulkan di rumah Hafshah, putri Umar. Abu Bakar meninggal dalam usia yang hampir sama dengan Rasul, 63 tahun.
2.  Khalifah Umar al-Khattab ra
Khalifah Kedua, Pintar Membedakan Antara Haq dan Batil

Khalifah Umar b. Al-Khattab ra merupakan khalifah Islam yang kedua selepas Khalifah Abu Bakar ra. Perlantikannya merupakan wasiat daripada Khalifah Abu Bakar.

Nama penuhnya ialah Umar bin Al-Khattab bin Naufal bin Abdul Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin Adiy bin Kaab. Di lahirkan pada tahun 583 M daripada Bani Adi'ia itu salah satu bani dalam kabilah Quraisy yang dipandang mulia, megah, dan berkedudukan tinggi. Waktu kecilnya pernah mengembala kambing dan dewasanya beliau berniaga dengan berulang alik ke Syam membawa barang dagangan. Waktu Jahiliah beliau pernah menjadi pendamai waktu terjadi pertelingkahan hebat antara kaum keluarganya. Beliau merupakan seorang yang berani, tegas dalam kira bicara, berterus terang menyatakan fikiran dan pandangannya dalam menghadapi satu-satu masalah. Beliau juga terkenal sebagai pemidato dan juga ahli gusti.

Saidina Umar memeluk Islam pada tahun ke enam selepas kerasulan Nabi. Beliau kemudiannya memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangan Islam. Sebelum ini beliau merupakan musuh ketat kepada Islam dan sentiasa menghalangi perkembangan Islam. Orang Islam ramai yang berasa takut untuk melakukan ibadah kerana bimbangkan kepada orang Quraisy yang selalu mengancang dan mengusir mereka. Setelah Umar memeluk Islam ramai dari kalangan orang-orang Islam yang tidak merasa apa-apa curiga lagi dalam mengerjakan ibadat. Beliau digelar “al-Faruq” yang bermaksud orang yang membedakan hak dengan yang batil. Gelaran ini diberikan oleh Rasulullah semasa beliau membawa sekumpulan umat Islam untuk bersembahyang di hadapan Ka'abah secara terbuka untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Beliau sendiri yang menjaganya daripada gangguan orang-orang Quraisy. Nabi Muhammad SAW juga mengelarkannya sebagai “Abu Hafs” kerana kegagahannya.

Ketika berhijrah ke Madinah, ramai orang Islam yang keluar dari Kota Mekah secara bersembunyi, tetapi Umar keluar secara berterang-terangan. Pedang di tangannya sedia menghunus kepada siapa saja yang coba menghalangnya.

Ketika khalifah Abu Bakar sedang sakit dan merasa ajalnya akan tiba, beliau memanggil sahabat dan bermusyawarh dengan mereka untuk mencari tokoh Islam untuk dilantik menggantikan kedudukan khalifah. Abu Bakar mencalonkan nama Umar untuk memegang jabatan itu. Calon tersebut mendapat persetujuan dari kalangan sahabat dan masyarakat.

Selepas memerintah negara Islam selama 10 tahun 6 bulan dan 4 hari, beliau pun wafat pada malam Rabu di akhir bulan Zulhijjah tahun 23 Hijrah, sewaktu berumur 63 tahun. Beliau mati kerana ditikam oleh Abu Lu’luah, bangsa Parsi yang beragama Majusi. Beliau dimakamkan berdampingan dengan makam Rasulullah dan Abu Bakar di Madinah.

Keberhasilan dalam Kepimpinan Khalifah Umar Al-Khattab:

A. Pembaharuan Dalam Bidang Pemerintahan 
1. Membentuk Majelis Syura
Khalifah Umar telah membentuk satu Majelis Syura yang merupakan lembaga atau majelis musyawarah yang tertinggi. Majelis terbagi dua yaitu Majelis Syura Tertinggi dan majelis Syura Am.

Anggota Majelis Syura Tertinggi ialah terdiri daripada Uthman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Zaid bin Tsabit, Abdul Rahman bin Auf, Saad bin Abi Waqas dan Muaz bin Jabal. Semua pekara yang melibatkan masalah politik, keselamatan dan sosial negara akan dibincangkan bersama-sama dalam majelis tersebut. Majelis Syura ini juga bertanggungjawab menentukan posisi negara dalam soal pemerintahan di dalam dan hubungan keluar.

Melalui amalan sistem syura, Khalifah Umar dapat mengetahui apa-apa permasalahan yang berlaku kepada dalam semua segi. Beliau juga membuka peluang dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada semua orang untuk mengemukakan pikiran dan pendapat mereka demi kebaikan dan keadilan Islam, Sehingga beliau menggangap semua manusia yang tidak mau memberikan pendapat adalah manusia yang tidak berfaedah.

2. Membagi Sistem Pemerintahan Islam dalam Tingkatan Wilayah
Perkembangan Islam yang semakin luas dengan pembukaan negara-negara Islam yang baru telah memerlukan beberapa kepala pemerintahan dalam mengelola sesebuah negara. Dengan perluasan kekuasaan ini, Khalifah Umar telah membagi kerajaan Islam yang semakin luas menjadi beberapa wilayah demi menjaga kelancaran proses pemerintahan Islam. Umar meletakkan beberapa orang pegawai untuk menjalankan pemerintahan. Mereka yang dilantik datang ke Mekah pada tiap-tiap tahun selepas menunaikan haji untuk memberikan laporan. jalannya pemerintahan. Khalifah Umar mempunyai kemampuan untuk memilih dan melihat pegawai-pegawai yang cakap untuk menjalankan roda pemerintahan, sebagai contohnya Muawiyah bin Abu Sufian, Amru bin al-Ass, Mughirah bin Syu’bah dan Zaid bin Sumyah.

Sebelum seorang Gubernur dilantik, mereka haruslah melaporkan dan menzakatkan harta mereka untuk menghindari dari penerimaan suap. Inilah syarat yang dikenakan oleh Khalifah Umar Al-Khattab bagi menjamin keadilan dan kesucian Islam.


3. Memperbaharui Undang-undang Pertanahan
Perluasan kekuasaan Islam menuntut kepada Khalifah Umar untuk melakukan pembaharuan terhadap sistem pertanahan. Di Mesir, Syria, dan Iraq misalnya, segala tanah-tanah yang tidak bertuan adalah menjadi milik kerajaan dan segala hasil dari tanah tersebut akan digunakan untuk membiayai masyarakat negara itu juga. Khalifah Umar menetapkan tanah-tanah yang dimiliki oleh penduduknya tidak akan dirampas tetapi hanya akan dikenakan cukai.

Tentara atau umat Islam dari negara lain tidak dibenarkan mengambil tanah dari negara jajahan kecuali melalui pembelian. Ini berbeda dengan amalan-amalan sebelumnya dimana tanah-tanah akan dibagikan kepada tentara yang menyertai peperangan.


B. Pembaharuan dalam Bidang Ekonomi
Banyak pembaharuan yang dilakukan oleh Umar bagi menaikkan pendapatan rakyat dan juga negara mengikut syariat Islam. Kadar dan sistem cukai telah diubah. Cukai yang dikenakan mengikut jenis tanaman yang ditanam. Syarat-syarat yang menyusahkan rakyat dan tidak adil akan dihapuskan. Beliau juga sering mempertanyakan kepada golongan-golongan Dzimmi (orang bukan Islam) untuk mengetahui sampai sejauh mana cukai yang dikenakan membebankan mereka. Inilah langkah yang dilakukan oleh Umar sebelum pekara ini diperbaharui. Kesemua ini menyebabkan pungutan cukai menjadi sesuai dan perbendaharan negara bertambah.

Beliau juga turut memajukan sistem pertanian dengan membuka tanah-tanah baru dan mengadakan proyek pengairan, yang mana hal ini telah dilaksanakan di Mesir dan Iraq  untuk meningkatkan hasil pertanian. Sebagai contoh adalah terusan, seperti Terusan Amirul Mukminin yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah sepanjang 69 batu dari bandar Fustat. Di Iraq pula beliau telah membina Empangan Abu Musa yang menyambungkan Sungai Dujlah (Tigres) dengan bandar Basrah.



C. Pembaharuan Dalam Bidang Sosial
1. Melakukan polisi baru untuk golongan Dzimmi
Khalifah Umar telah mengadakan cukai tanah dan juga jizyah kepada golongan ini. Cukai ini adalah berpatutan kerana rendah kadarnya dan tidak menyusahkan mereka. Pernah suatu kali khalifah Umar memanggil 10 orang Dzimmi dari Kufah dan 10 orang Dzimmi dari Basyrah supaya mereka bersumpah, bahawa cukai yang dikenakan keatas mereka tidak membebankan.

Taraf dan hak masyarakat di berikan sama rata seperti apa yang dinikmati oleh orang Islam. Golongan Dzimmi yang masih menentang Islam akan dibuang atau dihalau keluar negara. Harta mereka tidak akan dirampas, malah harta mereka yang tidak dapat dipindahkan seperti ladang akan dibayar ganti rugi oleh kerajaan Islam.

2. Memperbaharui taraf kedudukan budak
Golongan budak pada masa itu telah diberikan hak kepentingan sosial dan taraf yang baik. Budak tidak lagi dihina dan ditindas, mereka boleh hidup bebas seperti orang-orang biasa, kecuali bagi orang-orang yang benar menentang Islam dalam peperangan. Umar menetapkan bahwa budak perempuan yang menjadi ibu tidak boleh dijual sewenang-wenangnya seperti budak lain. Begitu juga dengan budak yang berkeluarga tidak boleh dipisahkan dari keluarga mereka.

Taraf golongan budak juga disamakan dengan tuannya dalam hal tertentu, pegawai-pegawai yang tidak menghormati dan menjaga hal kebajikan budak akan dikenakan tindakan oleh Khalifah Umar. Sebagai contoh, Umar pernah memecat jabatan seorang pegawainya yang tidak menziarahi pekerjanya yang sakit.

3. Mengalakkan kegiatan keilmuan dan pelajaran
Berbagai langkah telah dilakukan oleh Khalifah Umar untuk mengembangkan pelajaran al-Quran. Beliau menyediakan guru-guru untuk mengajar berbagai keilmuan dan didirikan tempat pengajaran serta diberi gaji yang lumayan. Sekolah-sekolah didirikan di masjid-masjid untuk mengajarkan tentang Islam di seluruh wilayah Islam. Umat Islam diwajibkan menghafal surat-surat tertentu didalam al-Quran untuk menghidupkan prinsip-prinsip utama ajaran Islam seperti surah al-Baqarah, an-Nisa, al-Maidah dan sebagainya. Golongan ini akan diberikan berbagai imbalan karena usaha untuk menggalakkan menghafal kandungan al-Quran.

Khalifah Umar adalah merupakan Khalifah yaang banyak melakukan pembaharuan kepada negara Islam. Pemerintahan khalifah selepasnya beliau wafat diberikan kepada Saidina Uthman bin Affan ra.


3. Khalifah Uthman bin Affan ra
Khalifah Ketiga, Malaikat Berasa Malu Kepadanya

Khalifah Uthman merupakan khalifah Islam yang ketiga selepas Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar al-Khattab. Beliau dilantik menjadi khalifah melalui persetujuan masyarkat banyak.

Nama beliau sebenarnya adalah Uthman bin Affan bin Abul-As yang mana beliau dilahirkan ketika Nabi Muhammad SAW berumur 5 tahun. Uthman merupakan seorang bangsawan dari golongan Quraisy dari Bani Ummayah.

Beliau terkenal sebagai seorang yang lemah lembut, pemurah dan baik hati. Beliau merupakan salah seorang dari saudagar yang terkaya di Tanah Arab, sehingga beliau digelarkan dengan gelaran “al-Ghani”. Selepas memeluk Islam beliau banyak mendermakan hartanya ke arah kepentingan agama Islam, sebagai contohnya dalam peperangan Tabuk, beliau telah mendermakan hartanya iaitu 950 ekor unta, 50 ekor kuda dan 1000 dinar. Begitu juga ketika umat Islam berhijrah ke Madinah, umat Islam menghadapi masalah untuk mendapatkan air minuman. Oleh itu Saidina Uthman telah membeli telaga Ruma dari seorang Yahudi dengan harga 20 000 dirham untuk digunakan oleh umat Islam dengan cuma-cuma.

Saidina Uthman bin Affan ra adalah seorang yang bertaqwa dan bersikap wara'. Tengah malamnya tak pernah disia-siakan. Beliau memanfaatkan waktu itu untuk mengaji Al-Quran dan setiap tahun beliau menunaikan ibadah haji. Bila sedang berzikir dari matanya mengalir air mata haru. Beliau selalu bersegera dalam segala amal kebajikan dan kepentingan umat, dermawan dan penuh belas kasihan. Khalifah Uthman telah melaksanakan hijrah sebanyak dua kali, pertama ke Habasyah, dan yang kedua ke Madinah.

Beliau digelarkan sebagai “Zunnurain” yang berarti dua cahaya karana menikahi dua orang puteri Rasulullah yaitu Ruqayyah dan Ummi Kalthum. Setelah Ruqayyah meninggal dunia, Rasulullah SAW telah menikahkan beliau dengan puteri Baginda yaitu Ummi Kalthum. Uthman berkahwin sebanyak 7 kali lagi selepas kematian Ummi Kalthum dan seluruh anaknya berjumlah seramai 16 orang. Isterinya yang terakhir ialah Nailah binti Furaifisha.

Beliau dilantik menjadi khalifah selepas kematian Khalifah Umar ra yang ditikam. Beliau dilantik menjadi khalifah pada tahun 23 Hijriah menggantikan jabatan Khalifah Umar al-Khattab ra.


Kepimpinan Dan Sejarah Pemerintahan

Ahli sejarah telah membagikan tempo pemerintahan Khalifah Uthman selama 12 tahun kepada dua bagian yaitu pertama zaman atau tahap keamanan dan keagungan Islam, manakala yang keduanya adalah tahap atau zaman “Fitnatul-Kubra” iaitu zaman huru hara.


Zaman Keamanan Dan Keagungan Islam

Banyak jasa-jasa dan juga kejayaan yang telah dilakukan oleh Khalifah Uthman dalam menyebar dan memperkembangluaskan Islam. Berikut yang termasuk didalammnya :

1. Bidang Kemiliteran

Khalifah Uthman banyak melakukan perluasan kekuasaan terhadap beberapa buah negara dalam usahanya menyebarkan Islam, ini dapat dilihat pada luasanya kerajaan Islam yang dapat menandingi kekuasaan kerajaan Roma Timur dan juga kerajaan Persia pada zaman kegemilangan mereka. Antara wilayah baru yang telah berhasil ditaklukan adalah Cyprus, Afganistan, Samarqand, Libya, Algeria, Tunisia, Morocco dan beberapa buah negara lagi. Beliau juga bertanggungjawab dalam mendirikan angkatan tentera laut Islam yang pertama untuk menjamin keselamatan dan melakukan perluasan kekuasaan. Banyak negara-negara yang telah dibuka melalui angkatan tentara ini.

2. Melakukan Pembukuan Al-Quran

Perluasan kuasa telah menyebabkan penyebaran Islam terjadi secara meluas. Apabila ramainya orang-orang yang memeluk Islam sudah tentu banyaknya perbedaan antara sesuatu wilayah dengan wilayah yang lain dari segi mereka mempelajari Islam. Apa yang terlihat sekali adalah dalam masalah mereka mempelajari al-Quran. Banyak terdapatnya perbedaan bacaan yang membawa kepada salah bacaan antara satu tempat dengan tempat yang lain. Dengan keadaan ini banyak terjadinya salah faham dan saling tuduh menuduh sesama orang Islam dalam menyatakan siapakah yang betul pembacaannya.

Oleh itu Khalifah Uthman telah mengadakan satu naskhah al-Quran yang baru diamana akan digunakan secara rasmi untuk seluruh umat Islam. Khalifah Uthman telah menggunakan lafash Bahasa Quraish dan yang mana al-Quran yang berbeda telah dibakar. Al-Quran inilah yang digunakan hingga kehari ini yang mana dikenali dengan nama Mushaf Uthmani. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjamin kesucian al-Quran sebagai sumber perundangan Islam.

3. Beliau Telah Membesarkan Masjid Nabawi

Masjid Nabawi telah menjadi padat kerana dipenuhi dengan jemaah yang semakin ramai, Oleh itu Khalifah Uthman telah membesarkan masjid tersebut dengan membeli tanah untuk memperluas kawasan tersebut. Masjid tersebut telah diluaskan pada tahun 29 Hijrah.

4. Usaha Khalifah Uthman Dalam Menyebarkan Dakwah Islam

Khalifah Uthman sering berdakwah di penjara dan beliau berhasil mengislamkan para tahanan. Beliau juga banyak mengajar hukum-hukum Islam kepada rakyatnya. Banyak pendakwah telah diperintahkan ke seluruh negeri untuk memperluaskan ajaran Islam. Beliau juga telah melantik banyak pengajar hukum Islam dan juga melantik petugas khas yang membetulkan saf-saf sembahyang. Beliau juga banyak menggunakan al-Quran dan as-Sunah dalam menjalankan hukum-hukum.


Al-Fitnah al-Kubra (Zaman Fitnah)

Pada akhir tahun 34 Hijrah, pemerintahan Islam dilanda fitnah. Sasaran fitnah tersebut adalah Saidina Uthman ra hingga mengakibatkan beliau terbunuh pada tahun berikutnya.

Fitnah yang keji datang dari Mesir berupa tuduhan-tuduhan palsu yang dibawa oleh orang-orang yang datang hendak umrah pada bulan Rajab.

Saidina Ali bin Abi Thalib ra mati-matian membela Saidina Uthman dan menyangkal tuduhan mereka. Saidina Ali menanyakan keluhan dan tuduhan mereka, yang segera dijawab oleh mereka, "Uthman telah membakar mushaf-mushaf, shalat tidak diqasar sewaktu di Makkah, mengkhususkan sumber air untuk kepentingan dirinya sendiri dan mengangkat pejabat dari kalangan generasi muda. la juga mengutamakan segala fasilitas untuk Bani Umayyah (golongannya) melebihi orang lain."

Pada hari Jumaat, Saidina Uthman berkhutbah dan mengangkat tangannya seraya berkata, "Ya Allah, aku beristighfar dan bertaubat kepadaMu. Aku bertaubat atas perbuatanku."

Saidina Ali ra menjawab, "Mushaf-mushaf yang dibakar ialah yang mengandung perselisihan dan yang ada sekarang ini adalah yang disepakati bersama keshahihannya. Adapun shalat yang tidak diqasar sewaktu di Makkah, adalah kerana dia berkeluarga di Makkah dan dia berniat untuk tinggal di sana. Oleh kerana itu shalatnya tidak diqasar. Adapun sumber air yang dikhususkan itu adalah untuk ternak sedekah sehingga mereka besar, bukan untuk ternak unta dan domba miliknya sendiri. Umar juga pernah melakukan ini sebelumnya. Adapun mengangkat pejabat dari generasi muda, hal ini dilakukan semata-mata kerana mereka mempunyai kemampuan dalam bidang-bidang tersebut. Rasulullah SAW juga pernah melakukan ini hal yang demikian. Adapun beliau mengutamakan kaumnya, Bani Umayyah, kerana Rasulullah sendiri mendahulukan kaum Quraish daripada bani lainnya. Demi Allah seandainya kunci syurga ada di tanganku, aku akan memasukkan Bani Umayyah ke syurga."

Setelah mendengar penjelasan Ali ra, umat Islam pulang dengan rasa puas. Tetapi para peniup fitnah terus melancarkan fitnah dan merencanakan makar jahat mereka. Di antara mereka ada yang menyebarkan tulisan dengan tanda tangan palsu dari para sababat termuka yang menjelek-jelekkan Uthman. Mereka juga menuntut agar Uthman dibunuh.

Fitnah kejipun terus menjalar dengan kejamnya, sebahagian besar umat termakan fitnah tersebut hingga terjadinya pembunuhan atas dirinya, setelah sebelumnya terkepung selama satu bulan di rumahnya. Peristiwa inilah yang disebut dengan "Al-Fitnah al-Kubra" yang pertama, sehingga merobek persatuan umat Islam.

Saidina Uthman ra telah mati dibunuh oleh pemberontak-pemberontak yang mengepung rumahnya pada tahun 35 Hijrah, bersamaan dengan tahun 656 Masihi. Pemerintahannya memakan masa selama 12 tahun, dimana merupakan pemerintah yang paling lama dalam pemerintahan Khulafa’ ar-Rasyidin.


4. Khalifah Ali bin Abu Thalib ra
Khalifah Keempat, Singa Allah Yang Dimuliakan Wajahnya Oleh Allah

Ketika Khalifah Uthman bin Affan ra wafat, warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu. Namun semua mendesak beliau untuk memimpin umat. Pembaiatan Ali pun berlangsung di Masjid Nabawi.

Nama beliau sebenarnya adalah Ali bin Abi Talib bin Abdul Mutalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Beliau dilahirkan pada tahun 602 M atau 10 tahun sebelum kelahiran Islam. Usianya 32 tahun lebih muda dari Rasulullah SAW. Saidina Ali merupakan sepupu dan merupakan menantu Baginda SAW melalui pernikahannya Fatimah. Beliau adalah orang pertama yang memeluk Islam dari kalangan kanak-kanak. Beliau telah dididik di rumah Rasulullah dan ini menyebabkan beliau mempunyai jiwa yang bersih dan tidak dikotori dengan naluri Jahiliyah.

Saidina Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh Abu Thalib, pamannya yang juga ayah Saidina Ali. Setelah berumah tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Nabi Muhammad SAW memelihara Ali di rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah - anak angkat Nabi Muhammad SAW, adalah orang pertama yang memeluk Islam setelah Khadijah. Mereka selalu shalat berjamaah.

Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol dalam lingkungan Quraisy. Saat masih kanak-kanak, beliau telah menentang tokoh-tokoh Quraisy yang mencemuh Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW berhijrah dan kaum Quraisy telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Nabi Muhammad SAW serta mengenakan mantel yang dipakai oleh Rasulullah.

Di medan perang, beliau adalah ahli tempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah beliau berhasil menjebol gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi ketenteraan ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.

Mengenai kecerdasannya, Nabi Muhammad SAW pernah memuji Ali dengan kata-kata: "Saya adalah ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan bicara Ali dipuji oleh banyak kalangan. Rasul SAW kemudiannya menikahkan Ali dengan puteri bungsunya, Fatimah Az-Zahra. Setelah Fatimah Az-Zahra wafat, Ali menikah dengan Ashma’, janda yang dua kali ditinggal mati suaminya, yakni Ja'far bin Abu Thalib dan Khalifah Abu Bakar.

Sebagai khalifah, beliau mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Uthman. Keluarga Umayyah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Iraq yaitu Abu Musa Al-Asyari saja yang bukan dari keluarga Umayyah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Khalifah Uthman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan oleh tokoh lainnya seperti Saidatina Aisyah rha, juga Zubair dan Thalhah - dua orang pertama yang masuk Islam seperti Ali.

Kesan dari kematian Khalifah Uthman adalah amat sulit bagi Khalifah Ali untuk menyelesaikan terutamanya dalam masalah menjalankan pemerintahan Untuk melancarkan pemerintahannya, Khalifah Ali telah memecat jabatan pegawai-pegawai yang dilantik oleh Khalifah Uthman yang terdiri dari kalangan Bani Umayyah. Ini telah menimbulkan rasa tidak puas hati dikalangan Bani Umayyah.

Beliau juga telah bertindak mengambil kembali tanah-tanah kerajaan yang telah dibahagikan oleh Khalifah Uthman kepada keluarganya. Ini telah menambahkan lagi semangat kebencian Bani Umayyah terhadap Khalifah Ali. Oleh itu golongan ini telah menuduh Khalifah Ali terlibat dalam pembunuhan Khalifah Uthman.

Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Beliau bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, beliau mendesak Muawiyyah bin Abu Sufyan - Gubernur Syam, yang juga pimpinan keluarga Umayyah untuk segera berbaiat kepadanya.

Muawiyyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Uthman dihukum. Bahkan Muawwiyah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar untuk menentang Ali. Ali pun siap menggempur Muawiyyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi Waqqas dan Abdullah bin Umar menyarankan kepada Saidina Ali agar menunda serangan itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengkritiknya.

Ali segera menyusun pasukan. Beliau berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya menyokong Saidina Ali. Beliau meninggalkan ibu kota Madinah sepenuhnya, bahkan seterusnya, untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Uthman masih belum dihukum.

Langkah ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah dan Zubair lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Makkah. Pasukan Ali yang awalnya diarahkan ke Syam terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah peristiwa menyedihkan itu, peperangan antara kaum Muslim.

Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Jamal (Unta). Sekitar 10 ribu orang tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh dengan anak panah. Zubair tewas dibunuh di Waha Al-Sibak. Thalhah terluka di kaki dan meninggal di Basra.

Kesempatan ini pun dimanfaatkan oleh Muawiyyah. Beliau menggantungkan jubah Uthman yang berlumur darah serta potongan jari isteri Uthman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali. Muawiyyah berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya.

Amru seorang politisi ulung yang sangat disegani. Beliau diiming-imingi menjadi Gubernur Mesir. Abdullah, anak Amru yang shaleh, menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan Muawiyyah. Namun Muhammad - anaknya yang suka berpolitik -menyarankan Amru mengambil kesempatan. Amru tergoda. Beliau mendukung Muawiyyah untuk menjadi khalifah tandingan.

Kedua pihak bertempur di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Iraq-Syria. Puluhan ribu Muslim tewas. Dalam keadaan terdesak, pihak Muawiyyah bersiasat. Atas usulan Amru, mereka mengikat al-Quran di ujung tombak dan mengajak untuk "berhukum pada al-Quran" (Majlis Tahkim).

Pihak Ali berpecah. Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain menyebut itu hanyalah cara Muawiyyah untuk menipu dan menghindari kekalahan. Ali tetap mengalah. Kedua pihak berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyyah, Abu Musa - yang dikenal sebagai seorang shaleh dan tak suka berpolitik - di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk "menurunkan" Ali dan Muawiyyah. Namun Amru kembali mengingkari kesepakatannya.

Situasi yang tak menentu itu menimbulkan kemarahan Hurkus - komandan pasukan Ali yang berasal dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus, berwawasan sempit dan keras. Caranya memandang masalah selalunya "hitam- putih". Dia menganggap Muawiyyah mahupun Ali telah melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikianlah pendapatnya.

Kelompok Hurkus segera menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai "Khawarij" (barisan yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berfikir, negara baru akan dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah yakni Ali, Muawiyyah dan Amru dibunuh.

Hujaj bertugas membunuh Muawiyyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar bertugas membunuh Amru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman bertugas membunuh Ali di Kufah. Muawiyyah yang kini hidup dengan pengawalan ketat seperti seorang raja selamat dari pembunuhan tersebut dan hanya terluka. Amru bin Abu Bakar tersilap dalam menjalankan tugasnya, beliau membunuh imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kufah, Saidina Ali ra sedang berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian beliau pun wafat. Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijrah bersamaan 661 Masihi.

Berakhirlah model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah SAW. Muawiyyah lalu menggunakan model "kerajaan". Ibukota pun dipindah dari Madinah ke Damaskus.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites